Pages

Saturday, April 8, 2017

Soekarno-Hatta ( Perjalanan Dua Orang Sahabat Beda Ideologi Namun Satu Tujuan)

  • Hatta dan Soekarno

    Kalau menyebut Soekarno, pasti mutlak akan menambahkan dengan kata Hatta dibelakangnya. Sebaliknya pun begitu. Keduanya seperti senyawa. “Soul mate”, kata orang menjuluki. Soekarno tanpa Hatta, seperti ban tanpa mobil. Mobil tanpa ban, ya nggak ada gunanya juga. Seperti Hatta tanpa Soekarno. Begitu senyawanya hubungan kedua orang itu, hingga menjadi satu individu : SOEKARNO-HATTA. 




  • ***** DIKENALI

    Tak banyak diantara kita yang ingin tahu, kapan sebenarnya Mohammad Hatta bertemu Soekarno pertama kali. Mereka diperkenalkan bukan dalam sebuah sekolah/institusi atau ketemu di jalan. Ataupun ngobrol kebetulan lagi antri, sambil tukar kartu nama atau pun saling barter nomor telepon. Mereka bertemu secara maya melalui argumentasi perang kata dalam berbagai tulisan. Meski beda watak dan pembawaan, ekspresi mereka sama: anti penindasan. Bukan kemerdekaan! Lho kok? Soal ini mereka beda mata angin. “Pendidikan rakyat dulu, baru merdeka”, pendapat Hatta. “Oh tidak! Merdeka dulu baru pendidikan”, Soekarno ngotot. “Jalan Bung (Hatta) akan tercapai kalau hari kiamat”, tegas Soekarno memberi alasan. Analoginya, kabur dulu dari penjara. Masalah pakai baju atau tidak, mau lari kemana, setelah itu makan apa, itu urusan nomor 17. Yang penting, kabur dulu! Merdeka. Keduanya sama-sama benar. Yang salah siapa? Ya kita sekarang! Kenapa nggak mau pinter-pinter meski sudah merdeka dibebaskan Soekarno Hatta sebagai bangsa, Indonesia!

    Hatta bertemu pertama kalinya dengan manusia yang bernama Soekarno di Bandung. Dia diantar oleh seorang nasionalis yang juga kawan Soekarno pada tahun 1933. Masa itu mereka lagi getol-getolnya melawan penindasan dengan ketajaman berpikir. Pertemuan itu membuat mereka berada dalam satu perahu, tapi lain pemandangan. Hatta memandang ke kanan, Soekarno ke kiri, tapi perahu tetap ke depan. Kearah kebebasan bangsa.

    Soekarno sangat memerlukan Hatta dan begitu sebaliknya. Waktu pulang dari pembuangan di Bengkulu tahun 1942 (sebelumnya di Flores), tak ada yang menjemput Soekarno di Pasar Ikan, sebuah pelabuhan kapal kayu di Jakarta. Dengan pertolongan seorang nelayan, Soekarno minta dipanggilkan Anwar Tjokroaminoto, yang memang bekas iparnya. Anwar itu saudara kandung Utari, istri pertama Soekarno, yang juga putri dari pejuang Haji Oemar Said Tjokroamninoto. Lalu Soekarno juga minta dipanggilkan Mr. Sartono, pengacara yang pernah membelanya melawan penguasa kolonial di pengadilan yang tak adil di Bandung beberapa tahun lalu. Tapi ada satu orang lagi yang dimohon Soekarno untuk datang menjemput, ya Hatta.


  • Bahkan ketika Jumat pagi hari tanggal 17 Agustus1945, Soekarno yang sedang demam meriang sambil tidur-tiduran di kamarnya, hanya menunggu Hatta untuk membacakan naskah Proklamasi. Untungnya Hatta orang yang super-super disiplin, jadi dia datang tepat waktu. Nggak kebayang kalau Hatta molor dan baru datang pukul 1 siang. Alasan ngantuk atau ketiduran misalnya (saat itu bulan puasa dan Hatta pulang pagi abis begadang menyusun naskah Proklamasi). Kalo Hatta telat datang, detik-detik bersejarah proklamasi kita mungkin bukan pukul 10, tapi pukul 1 siang, sesuai datangnya Hatta. Begitu pentingnya Hatta bagi Soekarno. ***** DIKENCINGI

    Hari Rabu, 8 Agustus 1945, dr. Soeharto, dokter kesayangan Soekarno, mendapat perintah dari majikannya. “To, besok kita pergi ke luar negeri. Sama Bung Hatta!”, ajak Soekarno. Sang dokter panik dan ketakutan. Hari gini ke luar negeri? Pikir dr. Soeharto yang gundah dengan ajakan yang penuh bahaya, di saat Indonesia masih menjadi teater perang antara Jepang dan Sekutu. “Kemana?”, tanya dokter penasaran. “Rahasia. Pokoknya ke luar negeri”, jawab Soekarno singkat.

    Esoknya, Soekarno, bersama Hatta dan KRT Radjiman Wediodiningrat (saat itu tokoh senior dalam gerakan kemerdekaan), juga dr. Soeharto pergi menemui Marsekal Hisaichi Terauchi, panglima tentara Jepang yang menguasai Asia Tenggara.
  • Mereka berempat ke Dalat, markas Terauchi, dipinggiran kota Saigon (sekarang Ho Chi Minh City), Vietnam, dalam rangka pembentukan sebuah badan yang mempersiapan kemerdekaan.
  • Tanggal 13 Agustus 1945, mereka kembali ke Jakarta dengan mampir ke Singapura terdahulu, menggunakan sebuah pesawat pembom bermesin ganda. Tanpa kursi. Tanpa toilet. Yang ada cuma kursi untuk tiga orang di belakang pilot. Dinding pesawat pun bolong-bolong bekas terkena peluru tentara Sekutu, sehingga bisa membekukan orang bila sedang di udara.

    Nah, dalam perjalanan ke Singapura itu, Soekarno kebelet mau pipis. Wah, gawat! Gak ada toilet atau apa saja deh yang bisa dijadikan ‘toilet darurat’. Terpaksa, Soekarno melepas hajat kecilnya yang nggak bisa ditahan lagi, dekat lubang yang bolong dibagian belakang pesawat. Angin pun sedang bertiup kencang di atas ketinggian udara. Byuuuur… air seni Soekarno nyiprat kemana-mana, dan butir-butiran halus air seni itu tamplas terkena tiupan angin kencang yang mengenai Hatta dan penumpang lain. 

  • ***** DINIKAHKAN

    Kalau saja Hatta itu perempuan atau sebaliknya Soekarno seorang perempuan, mungkin mereka berpacaran dan menikah. Sebuah perumpamaan untuk melukiskan hubungan yang mesra seirama tapi tetap berbeda. Ya beda, dua orang yang berasal dari kultur sosial jauh saling berseberangan. Soekarno luwes (kalo mau nggak dibilang genit) sama wanita. Hatta sebaliknya, kaku dan bisa merah mukanya bila berhadapan dengan wanita, apalagi yang manis sebaya.

    Saking kakunya dengan lawan jenis, Hatta yang tersita pikiran cemerlangnya untuk kebebasan Indonesia, lupa dengan perempuan. Mikirin pacaran intens saja tidak, apalagi berumah tangga. “Nanti saja deh kalau Indonesia sudah merdeka”, kata Hatta kalau ditanya kapan menikah.

    Akhirnya Indonesia merdeka juga. Tanda-tanda Hatta mau melirik perempuan belum nampak. Sekitar sebulan setelah dia dan Soekarno memerdekakan Indonesia, Soekarno kepikiran juga dengan partnernya, yang akhirnya bersedia menepati janji nikahnya. Hatta sudah punya incaran gadis, tapi kurang berani untuk melamar.
  • Pada menjelang tengah malam di kota Bandung yang diselimuti udara dingin, Soekarno kebetulan sedang di kota itu. Jarum jam menunjuk angka 11. Artinya sudah larut untuk ukuran Bandung kala itu. Orang pun sudah siap bermimpi pulas di tempat tidur. Tiba-tiba saja, Soekarno mengajak sahabat karibnya dr. Suharto, untuk pergi ke rumah keluarga Abdul Rahim. Rumahnya kalo sekarang di Jalan Pajajaran no 11. “Malam begini bertamu?”, tanya sang dokter keheranan. “Nggak apa-apa. Mereka kenalan lama saya sejak dulu”, jawab Soekarno enteng. Dokter Suharto masih penasaran diajak bertamu larut malam. Pasti ganggu tuan rumah, pikirnya Apalagi saat itu tentara Jepang masih berkeliaran yang mencekam warga. Sepertinya ada yang kepepet untuk dibicarakan Soekarno dengan pasutri Abdul Rahim. “Tentang Bung Hatta”, akhirnya Soekarno menjelaskan alasannya bertamu malam-malam kerumah orang. Waktu Hatta bersama Soekarno meninjau Institut Pasteur di Bandung, Hatta kesemsem dengan seorang gadis yang bekerja disitu. Gadis itu setelah diselidiki Soekarno, ternyata anaknya pasutri Abdul Rahim. Namanya Rahmi. “Ya, Hatta memilih anakku sendiri”, ujar Soekarno yang sudah mengental kenal lama orangtua Rahmi.

    Begitu Soekarno mengetuk pintu dan berdiri didepan rumah, Ibu Rahim (ibunda Rahmi) segera keluar. Prat! Soekarno didamprat tuan rumah! Iyalah, malam-malam kok ganggu orang mau tidur, apalagi orang Bandung masih ngeri kalo-kalo yang datang itu tentara Jepang. Maklum, Indonesia baru sebulan merdeka. Jadilah Ibu Abdul Rahim, sebagai warga negara Indonesia pertama yang mendamprat Presiden Republik Indonesia! Kebetulan sekali saya berteman dengan cicitnya yang cantik dari Ibu Rahim, si ‘wanita pemberani’ itu.

    Setelah memeluk Ibu Rahim, Soekarno menjelaskan kedatangannya. “Saya melamar Rahmi untuk Hatta”, katanya. Akhirnya Soekarno dipersilahkan menemui yang bersangkutan di kamarnya. Soekarno berbincang serius secara singkat dengan Rahmi. Namun sebelum Soekarno masuk ke kamar, adik kandung Rahmi, Titi, mencegahnya. “Jangan mau, dia (Hatta) jauh lebih tua dari kamu”.

  • Hatta beda usia 24 tahun dengan Rahmi. Titi kelak jadi istri Soebijakto, KSAL 1974-1978 dan juga ibunda dari koreografer Jay Soebijakto.

    Sebelum pamit, Soekarno memeluk hangat Rahmi dan Titi, dua gadis yang sudah seperti anaknya sendiri. Bagai kisah HC Andersen, akhirnya Hatta menikahi Rahmi bulan November 1945 di vila Hatta yang sejuk di Megamendung, Jawa Barat, hanya disaksikan keluarga dekat, dan sahabat sejatinya, Bung Karno dan Fatmawati. Nah, untuk pertama kalinya Presiden RI menjadi mat comblang. “Aku adalah satu-satunya kepala negara yang juga menjadi calo dalam mengatur perkimpoian”, kata Soekarno yang juga menjodohkan Ir. Rooseno, teman kuliahnya yang mendapat julukan Bapak Beton Indonesia, serta serentetan daftar orang yang ingin menunggu dijodohkannya. ***** DIJAUHI

    Hatta dan Soekarno seperti koin bermuka ganda. Satu tapi beda. Kenyataan ini sudah diketahui publik dan Soekarno sendiri sering menggembar-gemborkan pertentangan antara mereka. Tapi bukan perbedaan sebagai sahabat dan pribadi. “Hatta sering tidak seirama denganku”, kata Soekarno menilai sahabat kentalnya. Perbedaan dalam pandangan politik itu, kian lama menggunung dan mudah dilihat orang. Hasilnya, Hatta tak mau lagi mendampingi Soekarno menjadi nakhoda Indonesia. Hatta mundur sebagai Wakil Presiden pada akhir tahun 1956. Padahal meski berbeda, Hatta menyukai Soekarno. Buktinya, ketika ibukota Indonesia pindah ke Jogjakarta, Hatta lebih senang ikut Soekarno dan membiarkan PM Sutan Sjahrir sendirian di Jakarta. Padahal Sjahrir dan Hatta banyak se-ide, bahkan se-kampung.

    Sejak Hatta mundur, Soekarno berjalan sendirian. Tak ada lagi orang sebagai “second opinion-nya” Soekarno. Dan ini secara perlahan mengantarkan Soekarno ke ujung jalan akhir kekuasaannya. Hatta makin menjauhi Soekarno dan menghiasi keretakan itu dengan tulisan dan opini yang kritis pedas kepada sahabatnya. Kritik santun untuk menuntun sahabatnya agar berjalan sesuai idealisme yang pernah mereka bangun bersama. Pernah sebuah majalah keagamaan dilarang terbit Soekarno, karena memuat tulisan Hatta yang mengkritik Soekarno. Sejak itu Dwitunggal menjadi Dwitanggal. Berakhirlah Dynamic-Duo yang pernah dimiliki Indonesia.
  • Tapi sekali lagi, mereka tidak berpisah sebagai sahabat. Sebagai pribadi mereka tetap berkawan akrab. Dengan sangat elegan, mereka berdua bisa membedakan wilayah pribadi dan wilayah politik. Beda jauuuuh dengan kita sekarang.

  •  **** DIHORMATI
    Begitu hormatnya Soekarno dengan Hatta, dia memerintahkan pengawal kepresidenan untuk tetap menjaga keselamatan keluarga Hatta, meski tidak lagi sebagai Wakil Presiden. “Jaga Bung Hatta baik-baik”, pesan Soekarno kepada kepala pengawalnya, Mangil Martowidjojom setelah Hatta mundur.

    Bila Hatta sakit, Soekarno sigap membesuknya dan kadang bercengkrama di rumah Hatta di Jalan Diponegoro, yang cuma 25 meter jaraknya dari rel kereta api. Bahkan sering Soekarno pamit dulu ke Hatta, bila ingin berkunjung ke luar negeri. Saling hormat kedua orang ini, menular sampai ke keluarga. Kedua keluarga mereka sudah seperti sedarah, padahal belum ada pernikahan antara anggota keluarga mereka.

    Ketika Soekarno sudah tak berdaya, Hatta-lah yang mewakili keluarga Soekarno untuk urusan keluarga, seperti pernikahan. Hatta juga yang membela mati-matian Soekarno yang sudah tiada, bila ada pemutar balikan sejarah yang sering dilakukan ‘sejarawan pesanan’, yang mencoba ‘membunuh’ atau menghilangkan peran Soekarno dalam drama sejarah Indonesia. Suatu hari, pernah Hatta menulis kesaksian alibi sejarah di atas kertas bermaterai, untuk membela sahabatnya itu. Hatta sosok tegas yang lembut super sopan. “Bung Hatta orangnya tenang tapi menghanyutkan”, komentar Guntur tentang sahabat ayahnya itu.

    Julukan yang mereka dapat pun aneh dan unik: PROKLAMATOR. Tidak pernah akan ada orang Indonesia dapat predikat itu. Pahlawan nasional bisa membludak. Presiden dan Wakil Presiden akan membengkak jumlahnya. Tapi Proklamator, hanya punya SOEKARNO dan HATTA (ada juga sih ‘proklamator lain’ di Indonesia, seperti upaya separatis kemerdekaan di beberapa daerah Indonesia). Lucunya, gelar itu baru diberikan secara resmi oleh pemerintah, 41 tahun setelah Indonesia merdeka. “It’s too late”, kata orang. “Ngapain aja pemerintah selama ini?”, begitu segelintir komentar.

    Hatta dan Soekarno ibarat malam dan siang. Beda, Tapi dua-duanya berguna.
  • Sumber: 
  • 1
  • Sandiwara Pemuda 

Potensi Indonesia Menurut Soekarno

soekarno

Kalau bangsa bangsa yang hidup di padang pasir yang kering dan tandus bisa memecahkan persoalan ekonominya kenapa kita tidak ? "Kenapa tidak ? "Coba pikirkan ! 


1 . Kekayaan alam kita yang sudah digali dan yang belum digali, adalah melimpah-limpah. 


2 . Tenaga kerjapun melimpah-limpah, di mana kita berjiwa 100 juta manusia. 


3 . Rakyat indonesia sangat rajin, dan memiliki ketrampilan yang sangat besar, Ini diakui oleh semua orang di luar negeri. 


4 . Rakyat memiliki jiwa Gotong-royong, dan ini dapat dipakai sebagai dasar untuk mengumpulkan Funds and forces.


5 . Ambisi daya cipta Bangsa Indonesia sangat tinggi di bidang "politik" tinggi, di bidang "sosial" tinggi, di bidang ke"budayaan" tinggi, tentunya juga di bidang "ekonomi" dan "perdagangan" 


6 . Tradisi Bangsa lndonesia bukan tradisi, “tempe”. Kita di zaman purba pernah menguasai perdagangan di seluruh Asia Tenggara, pernah mengarungi lautan untuk berdagang sampai ke Arabia atau Afrika atau Tiongkok. 〰Ir.Soekarno〰


TANGISAN SOEKARNO DITENGAH PUBLIK

Peristiwa 30 September merupakan kejadian paling kelam yang terjadi di Indonesia dan masih menjadi misteri sampai sekarang. Jenderal (AD) A Yani merupakan salah satu korban dari kebiadaban PKI. 


Soekarno jelas terkena pukulan telak ketika mengetahui bahwa Jenderal Ahmad Yani menjadi korban. Ia akhirnya menangis di depan makam Jenderal A Yani. Ini merupakan pertama kali Bung Karno menangis di depan publik begitu hebat. 


Sangat wajar jika Bung Karno merasa terpukul dan sedih. Pasalnya Soekarno menginginkan A. Yani untuk menggantikan perannya sebagai presiden jika kesehatannya terus memburuk. Bahkan Bung Karno sempat menyatakan pernyataan tersebut di depan Sarwo Edhie Wibobo, AH Nasution, Soebandrio, dan Chaerul Saleh. 


Banyak yang mencurigai jika penculikan Jenderal A. Yani adalah konspirasi dan intervensi negara luar. Pasalnya Jenderal A. Yani merupakan orang yang sangat vokal mengkritisi dan menolak intervensi asing di Indonesia. 


Tentu saja kehilangan sosok pengganti, membuat Bung Karno merasa terpukul. Apalagi kesehatannya semakin memburuk dan tidak ada orang yang bisa ia pegang perkataannya.


Soekarno Bukanlah Komunis

Katerlibatan Presiden Soekarno dengan komunis sering terdengar dan bahkan tak jarang Soekarno juga dituding sebagai komunis oleh awal-awal berdirinya kekuasaan Orde Baru Soeharto.
Kenapa hal seperti itu di hembuskan kepada masyarakat Indonesia waktu itu dan hingga sampai pada hari ini, masih banyak yang menganggap kalau Soekarno adalah seorang komunis.
Jawabanyya adalah, karena bangsa Indonesia sangat relijius dan tidak bisa menerima kehadiran komunisme.

Maka, dengan isu dan fitnah kalau Soekarno adalah seorang komunis, pasti akan mudah melepaskan dan melupakan seorang bapak pendiri negeri serta menghapuskan sosok kepahlawanan bangsa yang sebetulnya, itu adalah salah satu sarana pengikat persatuan dan kesatuan bangsa.

Ikatan-ikatan batin masyarakat Indonesia terhadap Founding Father menjadi kendur dan lepas, melalui isu tuduhan keji.

Presiden Soekarno lahir bukanlah seorang yang lahir dari keluarga "pak haji". Ibunya berasal dari Bali, yang sebelumnya memeluk agama Hindu sebagai keyakinannya dan ayahnya, adalah seperti kebanyakan pemeluk gama Islam Jawa tempo doeloe, yakni seorang muslim "abangan". Beliau mengenal rukun Islam, beliau juga menjalankan kewajiban-kewajiban seperti ajaran dalam agama Islam, beliau juga masih menjaga tradisi adat istiadat Jawa kuno seperti, perhitungan hari, mitoni (selamatan wanita hamil & bayi dalam kandungan), selamatan orang meninggal, dll.

Soekarno mulai mengenal Islam lebih dalam pada usia 15 tahun, ketika duduk dibangku HBS (Holland Burger School). Saat itu yang mengajarkan tentang hal keislaman adalah HOS. Tjokroaminoto. Bahkan, Soekarno kecil pun juga termasuk rajin dalam pengajian-pengajian Muhammadiyah di gang Paneleh , Surabaya tempatnya mondok di rumah keluarga Tjokroaminoto.
Sekali dalam sebulan, Soekarno kecil mengaji hingga larut malam.

Pendalaman Soekarno tentang Islam semakin ia perdalam di tahun 1928, ketika dia berada di dalam sel 233, penjara Sukamiskin di Bandung. Segala macam sumber bacaan 



  • Segala macam sumber bacaan yang berkaitan dengan politik tidak diperbolehkan. Maka, Soekarno lebih memperdalam Al Quran di dalam sel nomor 233 tersebut. Dalam biograi Soekarno yang ditulis oleh Cindy Adam, Soekarno tak pernah meninggalkan kewajiban sholat 5 waktu dalam sehari. Dan Soekarno selalu menjawab segala sesuatu dengan "Insya Alloh (kalau Alloh menghendaki)". Mungkinkah bagi seseorang yang melakukan kewajiban sholat 5 kali dalam sehari, bersujud dan menyebut nama Alloh SWT adalah seorang komunis ?..... Tanyalah dia, "Hei Soekarno, apakah engkau akan pergi ke Bogor minggu ini ?...", dan Soekarno akan menjawab "Insya Alloh (kalau Alloh menghendaki)". Apakah orang yang seperti ini pantas disebut sebagai seorang komunis, oleh mereka, orang-orang yang mengaku beragama ?........ Bertahun-tahun ia hidup dibalik teralis besi penjara. Dikegelapan malam, ia mengintip bintang-bintang dilangit dari lubang kecil penjara, mengintip sinar rembulan yang melintas. Masa-masa dimana Soekarno, tidak dapat menyaksikan secara jelas indahnya sinar bulan purnama dan kerlap-kerlip bintang di langit. Soekarno hanya mampu pasrah. Ia tak tahu nasib apalagi yang akan ia temui setelah fajar terbit pagi nanti. Dalam kisahnya, Soekarno menuturkan bahwa, dalam keadaan seperti itulah, sholat lail (sholat malam) nya menjadi lebih khusyuk dan dirinya menjadi sangat begitu dekat dengan Alloh SWT.
    Pendalaman dalam membaca Al Quran yang terus menerus menyebabkan Soekarno berada dalam kesadaran tinggi. Soekarno mampu memahami betul arti dari kehidupan. Tuhan tidak terhingga, melebihi batasan akal manusia dan meliputi seluruh jagat semesta. Ia Maha Kuasa, Maha Ada , Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, menjaga kita, membimbing kita dan melindungi kita. Apakah orang yang seperti ini pantas disebut sebagai seorang komunis, oleh mereka, orang-orang yang mengaku beragama ?........ Pada kesadaran tinggi yang sedemikian hebatnya, Soekarno bertobat dan menjadi se-insyaf-insyafnya manusia, bahwa tidak ada suatu apapun yang pantas untuk di takuti dimuka bumi ini, karena sesungguhnya Tuhan tidak jauh dari kesadarannya. Yang selalu ia lakukan adalah selalu bermunajat menyebut nama-NYA
  • Soekarno pun memasrahkan setiap derap langkahnya supaya selalu mendapat perlindungan, bimbingan dan pertolongan, dalam menggelorakan revolsi kemerdekaan bagi negeri yang ia cintai. 
  • Sumber : Liputan 6 .com
    Alam Pikiran Yunani
    Pribadinya Dalam Kenangan
  • sandiwara pemuda

Friday, April 7, 2017

Bung Karno Mencari dan Menemukan Tuhan

  • Ketika seseorang sedang dirundung masalah yang sangat berat dalam hidupnya, tidak ada yang sanggup menenangkan hati dan pikirannya kecuali dengan mendekatkan diri kepada Tuhan semesta alam.

    Sebagai manusia biasa, Koesno Sosro Soekarno atau yang lebih dikenal dengan Soekarno atau Bung Karno, pemimpin besar revolusi, proklamator kemerdekaan Indonesia, juga kerap menghadapi masalah.

    Salah satu masalah besar yang sangat mengguncang hidupnya adalah saat dia memulangkan istrinya Siti Oetari ke rumah orangtuanya. Untuk pertama kalinya, Bung Karno gagal membangun rumah tangga.

    Saat tengah dirundung masalah itulah Bung Karno menemui Haji Agus Salim yang tengah berkunjung ke Bandung. Saat itu, Bung Karno ingin bertukar pikiran soal pergerakan kemerdekaan dengan Agus Salim.

    Namun diskusi melebar hingga membahas soal agama dan Allah. Siraman rohani tokoh Islam jempolan ini sangat dibutuhkan Bung Karno yang jiwanya sedang kering akibat masalah cintanya kepada Oetari.

    Tetapi dalam perkembangannya, Bung Karno malah terlibat saling berbantah dengan Agus Salim soal pengertian Allah. Pembicaraan antar keduanya dilakukan hingga larut malam, namun tanpa titik temu. "Saya belum tahu betul tentang Allah, tapi saya merasa pasti bahwa Allah yang tuan 'gambarkan' itu tidak cocok dengan pendapat saya," demikian kata Soekarno mengakhiri perdebatan mereka.

    Melihat sikap Soekarno yang keras kepala, Agus Salim hanya bisa menggelengkan kepala. Dia lalu berdoa, semoga Allah SWT menerangi pemikiran Soekarno yang tengah mencari Tuhan nya sendiri.

    Hasil diskusi dengan Agus Salim membuat jiwa Soekarno muda makin penasaran dan berusaha lebih keras mencari jawaban tentang sosok Tuhan. Dia lalu menemui seorang pastor Katolik Van Lith.

    Diskusi dengan pemimpin besar umat Katolik itu sekali lagi berujung debat kusir. Sikap Soekarno yang keras bahkan membuat sang pastor marah dan mengecapnya sebagai seorang pemuda durhaka. "Kau ini orang durhaka, 
    berani menjelekkan Tuhan," kata sang pastor geram. Namun dijawab candaan oleh Bung Karno, "Tuhan akan mengampuni saya," balas Soekarno yang makin membuatnya dongkol.Bagi Soekarno, kebesaran Tuhan bukan hanya soal yang baik-baik saja. Tetapi juga segala yang buruk. Namun, bagi pastor Van Lith, segala yang buruk bukan bersumber dari Tuhan, melainkan dari iblis.


  • Upaya Bung Karno mencari Tuhan tidak berhenti sampai di situ. Dia lalu terjun ke desa-desa, keluar masuk kampung mencari Tuhan. Berharap menemukan Nya di tempat berdebu, seperti ungkapan Leo Tolstoy.

    Bung Karno Mencari dan Menemukan Tuhan

    Namun di tempat itu dia tidak mendapatkan apa-apa. Tuhan yang dicarinya tidak pernah ada. Dia pun mulai berpaling kepada buku-buku yang mengulas soal kebatinan dan mendapatkan petunjuk.

    Melalui bacaanya atas Bibel, Alquran, Hinduisme dan Budhaisme, pelan-pelan kesadaran Soekarno soal Tuhan mulai terbangun. Namun, dia tetap merasa belum menemukan Tuhan yang dicarinya.

    Saat itu, dia teringat dengan ungkapan Goethe yang menyatakan, siapa yang masih berdaya tandanya dia masih kesasar. Merasa yag dicarinya sia-sia, Soekarno tampak putus asa dan mulai menyerah.

    Saat dalam perasaan lelah itulah, Tuhan datang menghampirinya. Dia pun mengingat kembali masa-masa bertemu Oetari, hingga diminta adik Tjokroaminoto, yakni Abikoesno untuk kawin gantung.

    Pernikahan itu dilangsungkan saat Soekarno masih berusia 18 tahun, dan Oetari berusia 14 tahun. Keduanya pun mengaku tidak pernah tidur bersama sebagai pasangan suami istri seperti orang menikah.

    Namun begitu, keduanya saling menyayangi. Tetapi sayang keduanya saling bertolak belakang. Sayang Soekarno kepada Oetari lebih sebagai adiknya, karena melihat Tjokroaminoto sudah seperti bapaknya.

    Seperti diungkapkan sendiri oleh Soekarno kepada ibunya. "Saya mencintai dia sampai hari ini, tapi ibu, cinta kami bukan cintanya suami-istri, tetapi cinta sebagai dua saudara," ungkap Soekarno.

    Usai mengingat berbagai peristiwa yang terjadi di masa lalu bersama Oetari, Soekarno juga mengingat peristiwa awal perkenalan bapak dan ibunya di Bali, lalu menikah dan lahir lah dia di Surabaya.
  • Dari berbagai peristiwa itu, pemikiran Soekarno tentang Tuhan mulai terbuka. Menurutnya, semua peristiwa yang terjadi di alam semesta ini, dan yang dialaminya sendiri adalah sesuai kehendak Tuhan.Pergumulan batinnya mulai menemui titik terang. Soekarno telah menemukan Tuhan nya. Tuhan yang ditemukan Soekarno adalah dalang yang mengatur jagat alam raya beserta seluruh isinya.

    Tuhan dalam pengertian Soekarno bukan yang hanya berada di tempat suci, tetapi juga di tempat berdebu. Bentuknya bukan berhala, batu, apalagi kayu. Tuhan yang ditemukan Soekarno tidak berwujud.

    Tuhan yang ditemukan Soekarno adalah Tuhan milik semua agama dan manusia. Pencarian Soekarno pun tidak sia-sia, meskipun dia harus mendapat cap keras kepala dari Agus Salim dan durhaka dari Van Lith.

    Setelah menemukan Tuhan yang dicarinya, kesedihan Soekarno pun mulai berangsur hilang. Setiap langkahnya dalam pergerakan pun semakin mantap. Soekarno memainkan perannya dengan sempurna.

    Demikian uraian pendek Cerita Pagi kali ini diakhiri. Semoga apa yang dialami Soekarno dalam mencari Tuhan dapat memberikan dampak positif kepada para pembaca.

    Sumber: Im Yang Tjoe, Soekarno sebagi Manoesia, Boekhandel Ravena Solo, 1933, ditulis kembali oleh Peter A Rohl, Panta Rei, Januari 2008.
  • sandiwara pemuda 

Thursday, April 6, 2017

BAMBANG PURNOMO:KISAH SEORANG LOYALIS SOEKARNO

 
Dialah salah seorang loyalis Sang Proklamator, Soekarno. Bambang Purnomo, seorang mantan petarung di berbagai palagan. Bersenjatakan bambu runcing ia pernah menyambangi posisi pasukan Sekutu di Ambarawa. Pendidikan militernya ia dapatkan bersama sang kakak Bambang Sugeng - kelak menjabat Gubernur Militer hingga KSAD periode 1952-1955. Lepas PETA dilikuidasi Jepang, ia kemudian mengorganisir para laskar dan pemuda disekitaran kampung kelahiranya Kranggan,Temanggung, untuk mempersiapkan diri menghadapi segala kemungkinan. Pernah ditugaskan untuk melatih para laskar Republik di Sumatra hingga ke Nias, dengan berjalan kaki. Petualangannya di daratan Sumatra sempat berkawan juga dengan Mayor Bejo - komandan yang cukup kontroversial kala itu.

Bahkan A.K. Gani sempat pula dikenalnya, sebagai sosok penyelundup karet mentah ke Singapura untuk ditukar dengan persenjataan yang digunakan para prajurit TNI. ** Hingga pada suatu waktu, tak begitu lama setelah peristiwa pembunuhan yang begitu sadis itu, Gerakan 30 September 1965. Ia ditangkap dan dipenjara tanpa sebab yang pasti. Lima tahun ia menghuni jeruji besi, hingga dibebaskan tanpa rehabilitasi. Ketika ditangkap ia tengah menjabat sebagai perwira logistik di Mabes AD. Dalam kesaksianya ia hanyalah seorang loyalis sekaligus Soekarnois. Meski dipenjara tak membuat ia menjadi pendendam.
Ia terima dengan segala adanya sebagai seorang loyalis. Dan ia lakukan tanpa penyesalan. Kini di usia yang kian renta, ia hanya mampu terkulai, tersiksa tubuh yang kian renta, atau barangkali hanya menunggu malaikat maut menghampirinya. Dan ia merupakan laki-laki yang selalu berpegang teguh pada prinsip dan kesetiaan. Bambang Purnomo, meski renta tak sedikitpun semangatnya pudar. 


 Foto : koleksi keluarga Bambang Purnomo.

BUNG KARNO MEMINTA FATWA PADA KH. WAHAB

Setelah beberapa kali diadakan perundingan untuk menyelesaikan Irian Barat dan selalu gagal, Bung Karno mendatangi Kiai Wahab Hasbullah di Tambakberas, Jombang, Jawa Timur.

Bung Karno menanyakan bagaimana hukum orang-orang Belanda yang masih bercokol di Irian Barat?

Kiai Wahab menjawab tegas,”Hukumnya sama dengan orang yang ghasab.” “Apa artinya ghasab, kiai?” Tanya Bung Karno "Ghasab itu istihqaqu maalil ghair bighairi idznihi. Artinya, menguasai hak milik orang lain tanpa izin,” terang Kiai Wahab. “Lalu bagaimana solusi menghadapi orang yang ghasab?” “Adakan perdamaian,” tutur Kiai Wahab.

Lalu Bung Karno bertanya lagi,”Menurut insting Kiai, apakah jika diadakan perundingan damai akan berhasil?” “Tidak.” “Lalu, mengapa kita tidak potong kompas saja Kiai? Bung Karno sedikit memancing. “Tak boleh potong kompas dalam syariah,” kata Kiai Wahab.

Selanjutnya Bung Karno mengutus Soebandrio mengadakan perundingan yang terakhir kali dengan Belanda untuk menyelesaikan konflik Irian Barat.

Perundingan ini akhirnya gagal. Kegagalan ini disampaikan Bung Karno kepada Kiai Wahab. ”Kiai, apa solui selanjutny menyelesaikan Irian Barat?” “Akhodzahu qohron (ambil dengan paksa!).” Kiai Wahab menjawab dengan tegas. “Apa rujukan Kiai memutuskan masalah ini? “Saya mengambil literatur Kitab Fath al-Qarib dan syarahnya (al-Baijuri).” Setelah itu, barulang Bung Karno membentuk barisan Trikora (Tiga Komando Rakyat). Kisah yang dinukilkan dari buku Karya Intelektual Ra’is Akbar dan Ra’is Aam al-Marhumien Pengurus Besar Nahdlatul Ulama karya KH A Aziz Masyhuri ini menunjukkan antaralain kontekstualisasi kitab kuning yang oleh sebagaian kalangan justru dianggap sebelah mata.



Sumber: